Rabu, 12 Desember 2012


Busana “Paes Ageng“ Keraton Yogyakarta dan Solo
Busana dan tata rias paes ageng memiliki kesakralan dan makna filosofi tersendiri
paes ageng,solo,yogyakarta
Sebanyak 23 pengantin wanita dengan menggunakan tata rias dan busana “Paes Ageng” Keraton Yogyakarta dan Solo berjalan kaki di sepanjang Malioboro, Yogyakarta, Selasa (26/6). Meski terik matahari menyengat, masyarakat sekitar sangat antusias menonton peragaan busana dan tata rias kaum bangsawan keraton yang sangat jarang dipertontonkan.
“Tata rias dan busana paes ageng kedua keraton ini dimaksudkan untuk mengenalkan budaya Jawa khususnya budaya Keraton. Selama ini, busana tata rias keluarga Raja jarang dipertontonkan ke masyarakat umum," ujar Koordinator Acara, Ryan Budi Nuryanto, di acara Parade Paes Ageng On the Street Nol KM with FKY XXIV, Selasa (26/6)
Dengan parade ini, ingin ditunjukkan bahwa busana dan tata rias kerajaan bisa digunakan masyarakat umum. Paes ageng adalah busana yang memiliki kain batik dengan warna dasar tertentu misalnya warna hijau Gadung Mlati, dengan motif alas-alasan yang diprada (dilukis dengan air emas).
Terciptanya busana pengantin ini diperkirakan setelah adanya Perjanjian Giyanti. Waktu itu, seluruh gaya busana dari Keraton Surakarta Hadiningrat dibawa ke Keraton Yogyakarta Hadiningrat sebagai hadiah dari Susuhan Paku Buwono II kepada putranya, Pangeran Mangkubumi.
Hadiah ini merupakan wujud penghargaan kepada Pangeran Mangkubumi yang telah menang perang dengan Belanda dan berhasil memperoleh tanah kembali (saat ini menjadi Yogyakarta). Pangeran Mangkubumi pun akhirnya diangkat menjadi Raja Yogyakarta pertama dengan gelar Sri Sultan HB I.
Setelah peristiwa itu, Keraton Surakarta Hadiningrat membuat desain (gagrak) baru dengan pola bergaya barat. Biasanya busana baru ini kita kenal dengan nama beskap, langenharjan, baju teni.
Pada zaman dulu, busana dan tata rias paes ageng Keraton Yogyakarta dan Solo hanya boleh dikenakan oleh kerabat raja. Untuk di Yogyakarta, baru pada masa Sultan HB IX atau tahun 1940, masyarakat umum diijinkan memakai busana ini dalam upacara pernikahan.
“Sampai saat ini paes ageng sudah digunakan masyarakat Jawa pada umumnya saat upacara pernikahan. Paes ageng ini memiliki makna filosofi sendiri yang terkandung dalam setiap detail wajah, busana, dan aksesorinya,” ungkap Ryan.
Perias Hanifa, mengungkapkan bahwa paes ageng memiliki makna sakral. Sebelum merias pengantin wanita, perias wajib berpuasa sebelum menjalankan acara. Tujuan utamanya adalah mengendapkan perasaan untuk membersihkan jiwa dan menguatkan batin agar dapat melaksanakan tugas dengan baik dan terhindar dari petaka.
“Masyarakat Jawa percaya bahwa kebersihan dan kekuatan batin juru rias akan menjadikan pengantin yang diriasnya cantik, molek, dan bersinar,” katanya.
Salah satu peserta paes ageng, Oky Sundari, mengaku bangga menggunakan busana dan tata rias busana kerajaan ini. Ia berharap, dengan parade ini, masyarakat lebih mengenal secara dekat dan detail busana dan tata rias paes ageng. Tak hanya itu, dengan memperkenalkan busana ini, aset budaya Jawa akan tetap terpelihara.


Selasa, 11 Desember 2012

MARI MENGENAL LUDRUK (1): SEJARAH LUDRUK

Ludruk sejak lama tumbuh, berkembang dan dikenal oleh masyarakat di Jawa Timur, terutama di daerah Surabaya, Jombang, Malang dan sekitarnya. Sebagai kesenian asal Jawa Timur, keberadaan ludruk ditinggalkan penggemarnya karena masuknya hiburan modern dan kurangnya upaya pelestarian dari Pemerintah terkait. Dulu kesenian ludruk sangat melekat di hati masyarakat. Sekarang jumlah penggemarnya menurun drastis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penonton ludruk pada saat pementasan umumnya sepi pengunjung.
Dalam data Statistik Van Grisse Van 1822 dikatakan bahwa ludruk adalah tari tarian yang dilengkapi dengan cerita lucu yang diperankan oleh pelawak dan travesty atau lelaki yang merias diri sebagai wanita. Ludurk mempunyai unsur tarian, cerita lucu, pelawak dan pemain yang terdiri dari pria semua, meskipun yang diperankan ada peran wanitanya. Seiring berkembangnya ludruk, masuk juga pemain wanita. Dalam kamus Javanansch Nederduitssch Woordenboekv karya Gencke dan T Roorda (1847), ludruk artinya Grappermaker (badutan).
Mengenai asal usul kata ludruk terdapat beberapa pendapat. Cak Markaban, tokoh Ludruk Triprasetya RRI Surabaya mengatakan bahwa ludruk berasal dari kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Jadi yang membawakan ludrukan itu, kepalanya menggeleng-geleng (gela-gelo) dan kakinya gedrak-gedruk (menghentak lantai) seperti penari Ngremo. Sedangkan menurut Cak Kibat, tokoh Ludruk Besutan bahwa ludruk itu berasal dari kata molo-molo lan gedrak-gedruk. Artinya seorang peludruk itu mulutnya bicara dengan kidungan dan kakinya menghentak lantai gedrak - gedruk.
Menurut Dukut Imam Widodo pada bukunya Soerabaia Tempo Doeloe, ludruk berasal dari bahasa Belanda. Pada masa itu banyak anak-anak Belanda muda yang senang menonton. Mereka berkata kepada teman-temanya,“Mari kita leuk en druk.” Artinya yang penting enjoy, happy sambil nonton pertunjukan yang lucunya luar biasa ini, begitu kira-kira maksudnya. Kalau demikian halnya, kesenian itu sudah ada sebelumnya, tetapi belum punya nama “baku”. Lalu lahirlah ucapan bahasa Belanda “Leuk en Druk” itu. Lama kelamaan, leuk en druk diadopsi menjadi bahasa sini ludruk.
Sejarah perkembangan ludruk sebenarnya masih belum dapat dipastikan karena ada beberapa pendapat. Tahun 1890 Gangsar, yang berasal dari desa Pandan, kabupaten Jombang, yang pertama kali mencetuskan kesenian ini dalam bentuk ngamen (berkeliling dari rumah ke rumah) dan tarian. Bentuk inilah yang menjadi cikal bakal kesenian ludruk.
Periode Ludruk Ngamen atau Lerok
Lerok merupakan bentuk permulaan kesenian ludruk yang berlangsung pada tahun1907 – 1915 di daerah Jombang, Jawa Timur. Pelopornya adalah Pak Santik yang berasal dari desa Ceweng, kecamatan Goda, kabupaten Jombang dan temannya, Pak Amir yang berasal dari desa Lendi.
Istilah Lerok sebenarnya berasal dari kata lorek yang artinya penuh coretan. Dimana wajah pemain lerok penuh dengan coretan. Lerok disebut juga kledek lanang yaitu suatu seni pertunjukan yang mengutamakan nyanyi-nyanyian dalam bentuk kidungan dan pantun (parikan) yang mempunyai tema sindiran.
Lerok yang dipelopori oleh Pak Santik dan Pak Amir memulai pekerjaannya ngamen dengan menggunakan peralatan kendang, berkeliling dari desa ke desa. Kemudian Pak Santik mengajak Pak Pono untuk mengenakan busana wanita dengan sebutan wedokan, agar pertunjukan menarik dan lucu. Secara teoritis dimulailah tradisi travesty pada grup ngamen tersebut. Jumlah pemain lerok ini beranggota tiga orang.
Periode Ludruk Besut
Ludruk besut berkembang pada tahun 1915 – 1920an dengan jumlah pemain telah menjadi empat, yaitu Pak Santik, Pak Amir, Pak Pono dan Marpuah. Pelaku utama selalu mengenakan kain panjang (bebed putih) yang menjadi lambang kesucian dan bertugas menyampaikan maksud (bahasa Jawa: mbekta maksud atau pembawa maksud). Pelaku utamanya disebut besut. Inilah yang merubah sebutan lerok menjadi besut.
Pementasan ludruk besutan diawali dengan upacara pembukan berupa saji-sajian atau persembahan. Persembahan itu berupa penghormatan kepada empat penjuru mata angin. Kemudian baru pertunjukan yang menampilkan sindiran, lawakan, kidungan dan pantun-pantun yang disusun dalam suatu kerangkan cerita yag telah ditentukan dan tetap. Di tahun 20-an, istilah Ludruk Besutan yang terkenal ada tiga lakon judul cerita, yaitu Kakang Besut, Paman Jamino, dan Bojoe Besut, Asmunah (ada yang menyebutnya Asmunah atau Rusmini).
Periode Ludruk Lerok Besut
Periode ini berlangsung tahun 1920 – 1930 dengan masih mempertahankan model besut. Setelah upacara persembahan, dilanjutkan dengan tarian yang bertujuan mengahturkan perasaan kepada Tuhan. Dimana penarinya digambarkan sebagai seorang satria dengan gerakan yang bermacam macam sehingga disebut tari reno-reno. Penarinya menggunakan sampur dipundaknya, maka disebutlah penari ngremo (tembang kriyo atau kata kerja).
Seiring perkembangan kesenian lerok di berbagai daerah, maka munculah versi tari remo Jombangan (gaya Jombang) dan tari remo Suroboyoan (gaya Surabaya). Pada masa itu penari remo telah memiliki ciri khas tersendiri pada tata busananya yaitu mengenakan topi hitam, baju putih (kadang kadang dengan dasi hitam), kaki kanan mengenakan gongseng (pengatur irama gending) dan pada telinga kirinya dipasang anting-anting.
Gerakan tariannya dengan menggerakan kepala (dalam bahasa Jawa disebut gela gelo) dan gerakan kaki yang dinamis dihentak-hentakkan (dalam bahasa Jawa disebut gedrag-gedrug). Inti dari tarian ini ialah sirah gela gelo, sikil gedrag gedrug atau kepala digerakkan, kaki dihentakkan, maka lahirlah istilah ludruk.
Pementasan ludruk besutan terdiri dari tandhakan (tarian), dagelan (lawakan) dan besutan. Dalam pementasannya belum menampilkan cerita secara utuh, melainkan dialog yang dikembangkan secara spontan. Pada tahun 1922 – 1930 dalam pementasan ludruk mulai dimasukkan cerita didalamnya. Ludruk yang memasukkan unsur cerita didalamnya disebut ludruk sandiwara.
Periode Lerok dan Ludruk.
Periode ini berlangsung tahun 1930 – 1945 dengan bermunculan ludruk di berbagai daerah di Jawa Timur. Nama lerok dan ludruk tetap berdampingan sampai tahun 1955, selanjutnya masyarakat menggunakan nama ludurk. Tahun 1933 Cak Durasim mendirikan Ludruk Oraganizatie (LO). Ludruk ini terkenal dengan jula julinya yang menentang pemerintahan Belanda dan Jepang. Pada masa penjajahan Jepang, ludruk berfungsi sebagai sarana perjuangan. Pemain ludruk memanfaatkan pertunjukan sebagai alat penerangan kepada rakyat untuk mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan pemerintah Jepang menangkap Cak Durasim ke dalam penjara hingga meninggal, karena tembang jula julinya yang terkenal:
Bekupon omahe doro, melok Nippon soyo soro
(Bekupon rumahnya burung dara, ikut Jepang tambah sengsara)
Periode setelah Proklamasi
Periode ini berlangsung tahun 1945- 1965 dimana mulai muncul seniman urban (dari desa pindah ke kota). Pelawak Astari Wibowo dan Samjudin mendirikan ludruk Marhaen pada tanggal 19 Juni 1949. Setelah berdirinya ludruk Marhaen di Surabaya, muncul perkumpulan ludruk lain, seperti ludruk Tresna Tunggal, Ludruk Sari Rukun, Ludruk Panca Bakti, Ludruk Irama Tunggal, ludruk Masa Rukun, ludruk Marikaton dan ludruk Massa.
Tahun 1958 RRI Surabaya secara teknik menggunakan peran wanita yang dibawakan oleh wanita sungguhan karena dipentingkan suaranya saja. Sedangkan dalam pengembangannya, pemeran wanita juga tampil di panggung dan RRI Surabaya mendapat banyak ejekan dan cemooh dari para pendukung ludruk. Lama kelamaan cemooh, ejekan dan kritikan dari pendukung ludruk mereda.
Ludruk pada masa itu merupakan alat bagi PKI untuk menggalang massa. PKI memanfaatkan ludruk untuk menanamkan pengaruhnya di masyarakat. Pada tahun 1963 tercatat ada 549 perkumpulan ludruk di Jawa Timur dan banyak diantaranya yang berhaluan kiri.
Periode Orde Baru
Periode ini dimulai tahun 1965 sampai sekarang, dimana sempat terjadi kevakuman pada tahun1965 – 1968. Kevakuman tersebut disebabkan karena ludruk menjadi organisasi terlarang Lekra. Perkumpulan ludruk yang berhaluan kiri bubar, sedangkan perkumpulan ludruk yang tidak terlibat dengan PKI tidak berani melakukan pementasan.
Tahun 1967 Pemerintah Orde Baru berusaha membangkitkan kembali perkumpulan ludruk. Perkumpulan ludruk yang telah diseleksi dari pengaruh Lekra dibina oleh KODAM BRAWIJAYA. Tahun 1968- 1970 terjadi peleburan ludruk yang dikoordinasi oleh DAM Brawijaya. Perkumpulan ludruk di berbagai daerah dibina oleh ABRI hingga tahun 1975. Pembinaan tersebut mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat Jawa Timur dan Indonesia bahwa ludruk adalah teater tradisional khas Jawa Timur yang harus dilestarikan kehadirannya.
Perkembangan kesenian ludruk tidak hanya terbatas di Jawa Timur, melainkan sampai di Jepara, Jawa Tengah. Kesenian ludruk dibawa oleh para pekerja PTPN IX Balong yang berasal dari Jawa Timur dan mulai melakukan pementasan sejak tahun 1969. Bahkan di tahun 1980an – 1990an Ludruk PTPN rutin mengadakan pementasan di halaman RRI Semarang. Setelah tahun 1990an, keberadaan ludruk PTPN mulai tenggelam. Untuk itu para pemain ludruk PTPN mencoba menyelamatkan keberadaan ludruk di Jepara dengan mendirikan perkumpulan ludruk Kembang Budoyo.
Pada tahun 1980 – 1990 tercatat 104 perkumpulan ludruk di Surabaya, diantaranya ludruk RRI Surabaya, ludruk Susana, ludruk Sidik CS, ludruk Mandala dan ludruk Bakotas Surabaya. Seniman ludruk yang dikenal masyarakat seperti Cak Kartolo, Cak Markeso, Cak Baseman Pak Kadham (yang pada pada tahun 1960-an menjadi favorit Presiden Soekarno) dan Marlena. Sayangnya tidak ada catatan berapa jumlah perkumpulan ludruk saat ini.

Reog ponorogo (jawa timur)



reog ponorogo adalah sebuah kesenian yang berasal dari daerah ponorogo, jawa timur. keberadaannya hanya muncul dalam acara hari keagamaan dan hajatan. ponorogo identik dengan reog. awal mula reog pun menurut sejarah diciptakan oleh ki ageng kutu unmenyindir bhre kertabumi, raja majapahit. yang takutdan tunduk pada selirnya. ada juga asal usulnya dihubung hubungkan dengan cerita panji, yaitu perkawinan antara putera dari kerajaan jenggala dan puteri dari kendiri. demikianlah akhirnya reog menjadi kesenian tradisional yang masih bertahan sampai saat ini di ponorogo. bahkan sudah meluas ke mancanegara.

perkembangan reog saat inipun juga mengalami perkembangan terutama dalam tatanan musik maupun tariannya. contohnya kenong dulu hanya dipakai satu saja tapi sekarang memakai dua kenong. iringan gamelannya pun berkembang. dan demikian gaya reog dinamakan sebagai gaya potrojayan.

warok ponorogo tidak bisa lepas dari reog ponorogo karena yang membuat reog ponorogo dahulunya adalah warok. apa kalian tau warok i



tu apa? warok adalah seseorang yang sudah banyak wewarah. dan reog tidak bisa lepas dari warok. kaduanya terkait erat satu sama lain. dan untuk menjadi seorang warok sangat berat karena syarat2nya pun sangat berat. dan seorang warok pun harus bisa memberi manfaat bagi siapapun.




festival reog biasa nya selalu dikunjungi oleh orang mancanegara. dan yang lebih membuat kaget banyak yang merekamnya untuk kenang kenangan karena sangat berkesan.
bagi orang ponorogo mungkin melihat reog biasa tapi sebetulnya pada saat pertunjukan reog dimulai hampir 80% masyarakat ponorogo berduyun duyun ke alun alun untuk melihat acara tahunan.

Kesenian Jatilan


Jatilan adalah sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari dengan magis. Jenis kesenian ini dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Kesenian yang juga sering disebut dengan nama jaran kepang ini dapat dijumpai di daerah-daerah Jawa.
Mengenai asal-usul atau awal mula dari kesenian jatilan ini, tidak ada catatan sejarah yang dapat menjelaskan dengan rinci, hanya cerita-cerita verbal yang berkembang dari satu generasi kegenerasi lain. Dalam hal ini, ada beberapa versi tentang asal-usul atau awal mula adanya kesenian jatilan ini, diantaranya adalah sebagai berikut. Konon, jatilan ini yang menggunakan properti berupa kuda tiruan yang terbuat dari bambu ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Selain itu, ada versi lain yang menyebutkan, bahwa jatilan menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Adapun versi lain menyebutkan bahwa tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, raja Mataram untuk mengadapi pasukan Belanda.
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Di samping para penari dan para pemain gamelan, dalam pagelaran jatilan pasti ada pawang roh yaitu orang yang bisa “mengendalikan”roh-roh halus yang merasuki para penari. Pawang dalam setiap pertunjukan jatilan ini adalah orang yang paling penting karena berperan sebagai pengendali sekaligus pengatur lancarnya pertunjukan dan menjamin keselamatan para pemainnya. Tugas lain dari pawang adalah menyadarkan atau mengeluarkan roh halus yang merasuki penari jika dirasa sudah cukup lama atau roh yang merasukinya telah menjadi sulit untuk dikendalikan.
Selain melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti suara gamelan pengiring, para penari itu juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang tidak dapat dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet, pecahan kaca, menyayat lengan dengan golok bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan sakit. Atraksi ini dipercaya merefleksikan kekuatan supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan kerajaan Jawa, dan merupakan aspek nonmiliter yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional jatilan ini seringkali juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang atau dukun melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin pada yang menguasai tempat tersebut yang biasanya ditempat terbuka supaya tidak menggangu jalannya pagelaran dan demi keselamatan para penarinya.
Pagelaran ini seperti pagelaran seni yang lainnya yang umumnya mempunyai suatu alur cerita. Jadi biasanya jatilan ini membawakan sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk tarian. Saat ini tidak banyak orang yang melihat pertunjukan seni dari sisi pakem bentuk kesenian tersebut melainkan dari sisi hiburannya, yang mereka lihat dan lebih mereka senangi adalah bagian dimana para pemain jathilan ini seperti kerasukan dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya. Jadi masyarakat melihat Jathilan sebagai sebuah pertunjukan tempat pemain kerasukan. Bukan sebagai pertunjukan yang ingin bercerita tentang suatu kisah.
Kesenian jatilan yang dipertunjukan pada upacara adat Mbah Bergas diawali dengan kesenian warok-warokan, yaitu suatu bentuk kesenian yang berjudul Suminten Edan”. Lakon ini bercerita tentang Suromenggolo yang mempunyai anak bernama Cempluk. Suromenggolo mempunyai saudara seperguruan yang bernama Surobangsat. Surobangsat dan Suromenggolo telah lama tidak berjumpa sehingga ia mengunjungi Suromenggolo. Surobangsat mempunyai anak yang bernama Gentho. Surobangsat bermaksud menjodohkan Gentho dengan cempluk. Namun Suromenggolo tidak setuju. Kemudian terjadilah pertarungan antara keduanya. Surobangsat kalah setelah Suromenggolo mengeluarkan aji-aji pamungkas yang berupa kolor.
Setelah pertunjukan warok-warokan selesai, dilanjutkan dengan pertunjukan tarian oleh pasukan buto yang berjumlah sepuluh orang penari. Tarian ini sebagai kreasi atau sebagai perkembangan dari pertunjukkan jatilan untuk lebih memeriahkan pertunjukan jatilan dan menarik perhatian warga untuk menyaksikan. Gerakan-gerakan tarian ini sangat dinamis dan enerjik, gerakan yang serempak para penari membuat para penonton terpesona.
Aksesoris yang dipakai para penari antara lain gelang kaki, gelang tangan, dan topeng buto yang berwujud hewan-hewan seperti harimau, domba, dan singa. Gerakan yang sangat cepat dan lincah dari para penari membuat gelang kaki yang mereka pakai menimbulkan irama yang rancak.
Setelah pertunjukan tarian buto selesai kemudian dilanjutkan tarian jatilan. Jumlah penari jatilan ada sepuluh orang. Aksesoris yang digunakan antara lain gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung (kace), mahkota (kupluk Panji), dan keris. Makna dari busana dan aksesoris yang digunakan adalah meniru tokoh Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik. Dalam pertunjukan jatilan ini juga ada tiga pawang yang bertugas untuk mengatur, menjaga dan menjamin lancarnya pertunjukan, pawang-pawang ini juga bertugas untuk menyadarkan para penari yang kerasukan.
Dalam pertunjukan jatilan juga disediakan beberapa jenis sesaji antara lain pisang raja satu tangkep, jajanan pasar yang berupa makanan-makanan tradisional, tumpeng robyong yaitu tumpeng robyong yang dihias dengan kubis, dawet, beraneka macam kembang, dupa Cina dan menyan, ingkung klubuk (ayam hidup) yang digunakan sebagai sarana pemanggilan makhluk halus dan lain-lain.
Jatilan yang ditampilkan dalam upacara adat Mbah Bergas merupakan sajian dari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Putra Manunggal. Paguyuban ini didirikan sekitar pada tahun 1992. Para penari jatilan berserta penabuh gamelan kurang lebih berjumlah empat puluh orang. Mereka berlatih setiap satu bulan sekali pada pertengahan bulan (biasanya pada malam minggu). Cerita yang disajikan adalah mengadopsi dari Jatilan klasik, yaitu tentang cerita tokoh Kresna. Sedangkan pada warok-warokan selain menampilkan cerita “Suminten Edan” juga mengambil cerita dari babad-babad Jawa, antara lain perang Prabu Baka dengan para Buto.
MARI MENGENAL LUDRUK (1): SEJARAH LUDRUK

Ludruk sejak lama tumbuh, berkembang dan dikenal oleh masyarakat di Jawa Timur, terutama di daerah Surabaya, Jombang, Malang dan sekitarnya. Sebagai kesenian asal Jawa Timur, keberadaan ludruk ditinggalkan penggemarnya karena masuknya hiburan modern dan kurangnya upaya pelestarian dari Pemerintah terkait. Dulu kesenian ludruk sangat melekat di hati masyarakat. Sekarang jumlah penggemarnya menurun drastis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penonton ludruk pada saat pementasan umumnya sepi pengunjung.
Dalam data Statistik Van Grisse Van 1822 dikatakan bahwa ludruk adalah tari tarian yang dilengkapi dengan cerita lucu yang diperankan oleh pelawak dan travesty atau lelaki yang merias diri sebagai wanita. Ludurk mempunyai unsur tarian, cerita lucu, pelawak dan pemain yang terdiri dari pria semua, meskipun yang diperankan ada peran wanitanya. Seiring berkembangnya ludruk, masuk juga pemain wanita. Dalam kamus Javanansch Nederduitssch Woordenboekv karya Gencke dan T Roorda (1847), ludruk artinya Grappermaker (badutan).
Mengenai asal usul kata ludruk terdapat beberapa pendapat. Cak Markaban, tokoh Ludruk Triprasetya RRI Surabaya mengatakan bahwa ludruk berasal dari kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Jadi yang membawakan ludrukan itu, kepalanya menggeleng-geleng (gela-gelo) dan kakinya gedrak-gedruk (menghentak lantai) seperti penari Ngremo. Sedangkan menurut Cak Kibat, tokoh Ludruk Besutan bahwa ludruk itu berasal dari kata molo-molo lan gedrak-gedruk. Artinya seorang peludruk itu mulutnya bicara dengan kidungan dan kakinya menghentak lantai gedrak - gedruk.
Menurut Dukut Imam Widodo pada bukunya Soerabaia Tempo Doeloe, ludruk berasal dari bahasa Belanda. Pada masa itu banyak anak-anak Belanda muda yang senang menonton. Mereka berkata kepada teman-temanya,“Mari kita leuk en druk.” Artinya yang penting enjoy, happy sambil nonton pertunjukan yang lucunya luar biasa ini, begitu kira-kira maksudnya. Kalau demikian halnya, kesenian itu sudah ada sebelumnya, tetapi belum punya nama “baku”. Lalu lahirlah ucapan bahasa Belanda “Leuk en Druk” itu. Lama kelamaan, leuk en druk diadopsi menjadi bahasa sini ludruk.
Sejarah perkembangan ludruk sebenarnya masih belum dapat dipastikan karena ada beberapa pendapat. Tahun 1890 Gangsar, yang berasal dari desa Pandan, kabupaten Jombang, yang pertama kali mencetuskan kesenian ini dalam bentuk ngamen (berkeliling dari rumah ke rumah) dan tarian. Bentuk inilah yang menjadi cikal bakal kesenian ludruk.
Periode Ludruk Ngamen atau Lerok
Lerok merupakan bentuk permulaan kesenian ludruk yang berlangsung pada tahun1907 – 1915 di daerah Jombang, Jawa Timur. Pelopornya adalah Pak Santik yang berasal dari desa Ceweng, kecamatan Goda, kabupaten Jombang dan temannya, Pak Amir yang berasal dari desa Lendi.
Istilah Lerok sebenarnya berasal dari kata lorek yang artinya penuh coretan. Dimana wajah pemain lerok penuh dengan coretan. Lerok disebut juga kledek lanang yaitu suatu seni pertunjukan yang mengutamakan nyanyi-nyanyian dalam bentuk kidungan dan pantun (parikan) yang mempunyai tema sindiran.
Lerok yang dipelopori oleh Pak Santik dan Pak Amir memulai pekerjaannya ngamen dengan menggunakan peralatan kendang, berkeliling dari desa ke desa. Kemudian Pak Santik mengajak Pak Pono untuk mengenakan busana wanita dengan sebutan wedokan, agar pertunjukan menarik dan lucu. Secara teoritis dimulailah tradisi travesty pada grup ngamen tersebut. Jumlah pemain lerok ini beranggota tiga orang.
Periode Ludruk Besut
Ludruk besut berkembang pada tahun 1915 – 1920an dengan jumlah pemain telah menjadi empat, yaitu Pak Santik, Pak Amir, Pak Pono dan Marpuah. Pelaku utama selalu mengenakan kain panjang (bebed putih) yang menjadi lambang kesucian dan bertugas menyampaikan maksud (bahasa Jawa: mbekta maksud atau pembawa maksud). Pelaku utamanya disebut besut. Inilah yang merubah sebutan lerok menjadi besut.
Pementasan ludruk besutan diawali dengan upacara pembukan berupa saji-sajian atau persembahan. Persembahan itu berupa penghormatan kepada empat penjuru mata angin. Kemudian baru pertunjukan yang menampilkan sindiran, lawakan, kidungan dan pantun-pantun yang disusun dalam suatu kerangkan cerita yag telah ditentukan dan tetap. Di tahun 20-an, istilah Ludruk Besutan yang terkenal ada tiga lakon judul cerita, yaitu Kakang Besut, Paman Jamino, dan Bojoe Besut, Asmunah (ada yang menyebutnya Asmunah atau Rusmini).
Periode Ludruk Lerok Besut
Periode ini berlangsung tahun 1920 – 1930 dengan masih mempertahankan model besut. Setelah upacara persembahan, dilanjutkan dengan tarian yang bertujuan mengahturkan perasaan kepada Tuhan. Dimana penarinya digambarkan sebagai seorang satria dengan gerakan yang bermacam macam sehingga disebut tari reno-reno. Penarinya menggunakan sampur dipundaknya, maka disebutlah penari ngremo (tembang kriyo atau kata kerja).
Seiring perkembangan kesenian lerok di berbagai daerah, maka munculah versi tari remo Jombangan (gaya Jombang) dan tari remo Suroboyoan (gaya Surabaya). Pada masa itu penari remo telah memiliki ciri khas tersendiri pada tata busananya yaitu mengenakan topi hitam, baju putih (kadang kadang dengan dasi hitam), kaki kanan mengenakan gongseng (pengatur irama gending) dan pada telinga kirinya dipasang anting-anting.
Gerakan tariannya dengan menggerakan kepala (dalam bahasa Jawa disebut gela gelo) dan gerakan kaki yang dinamis dihentak-hentakkan (dalam bahasa Jawa disebut gedrag-gedrug). Inti dari tarian ini ialah sirah gela gelo, sikil gedrag gedrug atau kepala digerakkan, kaki dihentakkan, maka lahirlah istilah ludruk.
Pementasan ludruk besutan terdiri dari tandhakan (tarian), dagelan (lawakan) dan besutan. Dalam pementasannya belum menampilkan cerita secara utuh, melainkan dialog yang dikembangkan secara spontan. Pada tahun 1922 – 1930 dalam pementasan ludruk mulai dimasukkan cerita didalamnya. Ludruk yang memasukkan unsur cerita didalamnya disebut ludruk sandiwara.
Periode Lerok dan Ludruk.
Periode ini berlangsung tahun 1930 – 1945 dengan bermunculan ludruk di berbagai daerah di Jawa Timur. Nama lerok dan ludruk tetap berdampingan sampai tahun 1955, selanjutnya masyarakat menggunakan nama ludurk. Tahun 1933 Cak Durasim mendirikan Ludruk Oraganizatie (LO). Ludruk ini terkenal dengan jula julinya yang menentang pemerintahan Belanda dan Jepang. Pada masa penjajahan Jepang, ludruk berfungsi sebagai sarana perjuangan. Pemain ludruk memanfaatkan pertunjukan sebagai alat penerangan kepada rakyat untuk mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan pemerintah Jepang menangkap Cak Durasim ke dalam penjara hingga meninggal, karena tembang jula julinya yang terkenal:
Sendratari Ramayana (Prambanan)
Sendratari Ramayana menceritakan perjalanan hidup Rama. Sedangkan Sendratari yang ditampilkan hanya merupakan sebagian kecil dari perjalanan hidup Rama. Cerita ini Berasal dari aliran / agama hindu yang datang dari India , maka di India pun cerita ini sangat terkenal. Candi Prambanan dipilih sebagai tempat pelaksanaan Sendratari karena candi tersebut merupakan candi peninggalan agama Hindu dan cerita Ramayana juga merupakan cerita beraliran Hindu. Candi Prambanan berfungsi untuk memberi penghormatan bagi Dewa Siwa, Dewa Wisnu, dan Dewa Rahmat. Candi ini juga berfungsi untuk melestarikan budaya dan mengenalkan sejarah bagi para turis.

Bahasa yang digunakan dalam sendratari Ramayana adalah bahasa jawa. Selama ini Tidak pernah disajikan dalam versi bahasa lain , namun diterangkan dalam bentuk narasi ( teks penterjemah bahasa inggris dan bahasa Indonesia ). Usaha yang dilakukan oleh pelaksana untuk mempertahankan sendratari adalah dengan membentuk Sendratari Ramayana dalam bentuk cerita, serta dengan menerbitkan buku, dan membuat wayang kulit. Cerita ini bertema kisah pertarungan Rama dan Rahwana untuk menikahi seorang putrid cantik bernama Dewi Shinta. Cerita ini beramanat bahwa untuk mendapatkan apa yang menjadi milik kita, kita harus berusaha keras, saling percaya, dan meminta pertolongan Tuhan. Selain itu keserakahan serta kejahatan pasti akan kalah. Ada banyak tokoh – tokoh pada cerita ini. Antara lain :
1. Rama bersifat baik hati dan selalu berusaha untuk mendapat kan kembali apa yang hilang.
2. Dewi Shinta bersifat lemah lembut
3. Leksmana yang bersifat setia kepada Rama
4. Rahwana bersifat jahat dan serakah
5. Marica ( Kijang Kencana )
6. Jatayu
7. Hanuman
8. Sugriwa
9. Subali
10. Iriyata
11. Kumbakarna
12. Dewi Tara

Cerita ini memiliki latar waktu di zaman dahulu serta berlatar tempat di Negara Mantili, Kerajaan Alengka, Hutan Dandaka, Gua Kiskendo, Taman Argasoka. Cerita ini memiliki alur maju. Sinopsis cerita adalah sebagai berikut :

Rama Wijaya, Shinta, dan Leksmana sedang bertualang ke hutan Dandaka. Rawana melihat Dewi Shinta dan ingin memperistrinya. Maka Rawana menyuruh Marica untuk mengubah dirinya menjadi kijang kencana. Shinta yang terpesona melihat kijang kencana menyuruh Rama menangkap kijang kencana. Lalu Rama pergi mengejar kijang itu. Setelah menumggu lama, Shinta merasa khawatir dan menyuruh Leksman untuk menyusul Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana membuat lingkaran pelindung di sekitar Shinta. Saat Rahwana menyadari bahwa Shinta sendirian, ia lelu menyamar menjadi pengemis tua lalu menculik Shinta dan membawanya ke kerajaan Alengka. Dalam perjalanan ke alengka Rahwana bertemu Jatayu dan mereka bertarung, dan Jatyu kalah. Saat Rama dan Leksmana menyadari bahwa Sinta telah hilang, Rama negira Jatayu telah membunuhnya namun ditahan Leksmana. Jatayu menjelaskan semuanya lalu ia mati. Lalu dating Hanuman menceritakan Subali yang merebut Dewi Tara dari Sugriwa. Rama kemudian bersedia membantu Sugriwa. Subali lalu dikalahkan Sugriwa dibantu oleh Rama. Sugriwa akhirnya memutuskan mebantu Rama menyelamatkan Sinta. Lalu Hanuman dikirim ke kerajaan Alenka. Sementara itu Shinta yang menolak lamaran Rahwana untuk memperistrinya tiba – tiba mendengar lagu yang dinyanyikan Hanuman. Lalu Hanuman menghancurkan Taman Argasoka serta membakar Istana Alengka. Lalu Hanuman melaporkan kekuatan pasukan lawan kepada Rama yang membangun jembatam untuk menyerang Alengka. Setelah itu peperangan terjadi dan Rahwana kalah. Kemudian Shinta bertemu Rama kembali namun Rama meragukan kesucian Shinta. Dengan bantuan Dewa Api Shinta berhasil membuktikan kesuciannya. Dan akhirnya Rama menerima Shinta kembali.
JAJANAN TRADISIONAL KHAS JOGJA
 
 
 
1. GEPLAK
Makanan khas Bantul ini berasa manis, bahkan bagi sebagian orang terlalu manis. Makanan yang terbuat dari kelapa parut ini sangat populer di kalangan masyarakat Yogyakarta. Saat ini geplak dikemas dalam bentuk yang lebih menarik. Berwarna-warni sehingga membuat orang semakin berselera menyantap makanan ini.
geplak
Selain sebagai hidangan di meja tamu, geplak juga sangat tepat sebagai oleh-oleh khas Jogja. Makanan ini juga sangat nikmat disantap hangat-hangat begitu selesai diangkat dari tungku. Geplak menjadi salah satu makanan legendaris di Jogja dan khusus di Bantul, geplak menjadi makanan identitas daerah. Geplak mudah diperoleh di toko-toko oleh-oleh maupun pasar-pasar tradisional.
klepon
2. KLEPON
Klepon ini termasuk jajanan tradisional yang sampai sekarang masih eksis. Terbuat dari tepung ketan yang dibentuk bola-bola kecil dan berisi irisan gula merah. Bertabur kelapa parut dan kalau dimakan ada sensasi “nyess” ketika kleponnya tergigit
cemplon
3. CEMPLON
Cemplon begitu unik namanya , ada yang mengatakan bahwa itu juga nama sebuah pantai di daerah sleman Jogja. Kue tradisional ini secara umum bentuknya mirip combro. Tapi lebih bulat. Sama, terbuat dari parutan singkong. Hanya isinya gula merah. Lalu digoreng. Yang jelas rasanya manis dan melegakan perut yang lapar dan butuh camilan. Satu lagi, jangan menyimpan kue-kue tradisional tersebut di kulkas, akan mengeras dan tidak enak dimakan
Gatot dan Thiwul
4.GATOT DAN TIWUL
Gatot dan tiwul adalah makanan tradisional dari daerah Gunung Kidul, Prov. D.I. Yogyakarta. Makanan tersebut dulunya sering dianggap sebagai makanan dari masyarakat yang kurang mampu untuk membeli & mengkonsumsi beras, dan memang pada beberapa dekade lalu hal itu benar adanya, karena daerah Gunung Kidul merupakan daerah kering, tandus sehingga tidak cocok untuk ditanami padi. Tanaman yang dapat tumbuh adalah yang tahan dengan kondisi minus air seperti singkong, jagung, kacang-kacangan, dll. Maka dari itu karena berlimpah produksi singkong (ketela pohon), hasil bumi itulah yang menjadi konsumsi harian masyarakatnya
timus
5. TIMUS
Timus merupakan jajanan tradisional , yang bahan utamanya di buat dari singkong atau Ubi yang sudah dikukus dan di haluskan . Dan di bentuk bulat lonjong (bisa diisi keju atau gula merah, dapat pula disajikan polos tanpa isi) .
bakpia
6.BAKPIA
Sedangkan bakpia yang sering kita makan sekarang ini adalah makanan/penganan yang dibuat dari adonan tepung terigu yang diisi dengan adonan kacang hijau yang lezat dan bergizi. Bakpia telah menjadi oleh-oleh khas Jogja yang populer. Daerah yang terkenal dengan kelezatannya memproduksi bakpia adalah daerah Pathuk.
kipo
7.Kipo
Kipo adalah makanan Khas asli dari Kotagede, Jogjakarta. Terbuat dari tepung beras yang dibentuk kecil-kecil trus diisi dengan adonan kelapa dan gula. Ditaruh diatas daun pisang kemudian dipanggang. Isinya 5 biji kecil-kecil sebungkus seharga Rp.1000,-.
Di Kotagede gak banyak yang berjualan Kipo. Salah satunya adalah bu Djito (langganan kantorku). Alamatnya ada di Jl. Mondorakan 27, Kotagede Jogjakarta. Letaknya pasar Kotagede ke Barat sedit di Utara jalan.
8.Arem-arem
Arem-arem merupakan penganan serupa lemper, yaitu nasi berisi sayuran atau sambal goreng yang dibungkus dengan daun pisang. Arem-arem popular sebagai penganan pengganti sarapan. Biasanya ukurannya dibuat lebih besar daripada lemper.
arem-arem
Dalam pembuatannya isi arem-arem, yang biasanya adalah sambal goreng, dibuat terlebih dahulu. Selanjutnya beras dimasak setengah matang. Nasi setengah matang kemudian ditata pada permukaan rata, isi ditaruh di atas, lalu digulung dengan nasi. Selanjutnya, gulungan dibungkus daun pisang dan kemudian dikukus hingga masak. Ada variasi yang membungkus gulungan nasi dengan semacam telur dadar tipis sebelum dibungkus daun pisang.Lemper berbeda dari arem-arem dalam hal penggunaan nasi. Lemper menggunakan ketan, alih-alih nasi.
9.Kue carang gesing
Carang Gesing adalah jajanan pasar yang terbuat dari pisang, santan dan telur dan kadang bila suka bisa dikombinasikan dengan roti tawar, yang dibungkus dengan daun pisang dan kemudian di kukus. Paduan aroma yang keluar dari daun pisang dan pandan, menjadi ciri khas dari penganan ini.Kudapan Carang Gesing ini sangat cocok disajikan bersama teh hangat dan jajanan basah lainnya seperti lumpia, resoles, dll.
carang gesing
 PERMAINAN ANAK TRADISIONAL

JARANAN
Jaranan bukan permainan kompetitif. Anak-anak membuat kuda-kudaan dari pelepah pisang dan berimajinasi menirukan para bangsawan tempo dulu yang berkeliling kampung menunggang kuda besar dan gagah. Sambil bermain, mereka menyanyikan lagu jaranan.
Lirik lagunya seperti ini:


Jaranan jaranan jarane jaran Teji
Sing numpak Mas Ngabehi, sing ngiring para abdi
Jrek jrek nong, jrek jrek gung jrek ejrek turut lurung
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedher
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedher



BENTHIK
Benthik membutuhkan alat berupa dua patahan ranting panjang dan pendek. Ranting panjang sebagai pemukul. Pada intinya, benthik memperagakan ketrampilan memainkan ranting kecil dengan memukul dan mengarahkan agar tidak tetangkap oleh lawan.


BEKELAN (BAL BEKEL)
Bekelan mengadu kecepatan menangkap bola dan mengatur bekel. Setiap kali pemain melemparkan bola keatas, sebelum bola ditangkapnya kembali, ia harus mengambil dan mengatur bekel yang lain sesuai urutan permainan. Jika bola jatuh ia kalah.






JAMURAN
Jamuran biasa dimainkan lebih dari tiga orang anak, sebenarnya merupakan sarana bernyanyi dan begembira bersama. Diakhir lagu, para pemain akan membuat sebuah jebakan untuk menangkap salah satu peserta yang bertugas untuk menjadi "pelaku" dalam lagu berikutnya.
Lirik lagunya adalah sebagai berikut:
Jamuran ya ge ge thok
Jamur apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sak ara-ara
Semprat-semprit Jamur apa



ENGKLEK

Engklek mengkombinasikan ketepatan melempar pecahan genteng kedalam kotak-kotak dan kemampuan menjaga keseimbangan, karena saat melewati kotak-kotak yang sudah dibuat, setiap pemain harus melompat-lompat dengan satu kaki diangkat, dan tidak boleh menyentuh garis.


LAYANGAN
Layangan ideal dimainkan di tanah lapang saat musim kemarau dengan angin kencang. Layang-layang yang diterbangkan, bebas diserang lawan dengan cara mengadu tali layang-layang yang telah diberi bubuk pecahan kaca atau benang gelasan. Siapa mampu memutuskan benang lawan dinyatakan menang.




GRAPYAK
Grapyak mengadu keseimbangan dan kekompakan tim. Setiap kelompok biasanya terdiri dari tiga orang anak mengenakan sandal tandem terbuat dari kayu.
Pemenangnya adalah kelompok yang tidak terjatuh dan tercepat mencapai garis akhir.

KETHOPRAK


Menurut sejarah kethoprak lahir pada tahun 1887. Pada awalnya Ketoprak hanya berwujud permainan bagi para lelaki didesa sebagai hiburan sambil menabuh “lesung” (alat yang sebenarnya berfungsi sebagai alat/tempat untuk menumbuk gabah/padi supaya menjadi beras) pada saat bulan purnama. Hal ini sering juga disebut sebagai “gejog lesung”
Namun semakin lama ketoprak semakin digemari oleh banyak orang. Dan karena kebiasaan akhirnya ketoprak mampu dijadikan sebagai salah satu budaya masyarakat, dan bisa bersinergi dengan kesenian yang lainnya.

Disebabkan pada awalnya hanya diiringi oleh alat ‘tetabuhan lesung’ ketoprak dulunya juga sering disebut “gejog lesung”. Seiring dengan keadaan berjalan selanjutnya ada tambahan alat musik lainnya seperti kendang, terbang dan suling. Pada tahun 1909 baru dimulai adanya pergelaran ketoprak secara sempurna.

Ketoprak Wreksatama yang diipersembahkan oleh Ki Wisangkara adalah awal pagelaran ketoprak digelar secara resmi didepan umum yang semua pemerannya adalah laki-laki. Cerita yang digelar adalah Warsa – Warsi, Kendana – Gendini, Darma – Darmi, dan lain sebaginya.

Setelah itu semakin lama perkembangan seni ketoprak semakin menarik dan kreatif dengan bermacam cerita juga iringan musik gamelannya sehingga membuat semakin digemari masyarakat. Terutama dilingkunga wilayah Jokjakarta. Dan pada perkembangannya terjadi banyak macam cerita serta diiringi berbagai macam alat musik gamelan juga.

Pergelaran kethoprak dapat dibedakan sebagai berikut:

  • Kothekan Lesung, Ini adalah cikal bakal ketprak yang pada akhirnya mampu menjadi satu pergelaran.
  • Kethoprak Lesung Wiwitan, Awal mula dari tetabuhan lesung yang diiringi oleh tari-tarian sebagai tanda kesenangan bersyukur padaNYA karena telah dilimpahkan panen padi yang berkecukupan. Diselingi juga dengan cerita-cerita rakyat. Awalnya diperankan hanya oleh mereka para petani.
  • Kehtoprak Lesung, Mewujudkan pergelaran lengkap dengan cerita rakyat diiringi gamelan seperti gendang, seruling, rebana dan juga lesung. Inilah cikal bakal lahirnya kethoprak.
  • Kethoprak gamelan, Berawal dari ketoprak Lesung dilengkapi dengan cerita Panji dan mengenakan pakaian ‘Mesiran’ (Baghdad)
  • Kethoprak Gamelan Pendapa, Ceritanya hanya seputar cerita “Babad”. Yang digelar diatas panggung didalam gedung pendapa, yaitu salah satu bangunan Jawa kalau saat ini bisa juga disebut sebagai aula.
  • Kethoprak Panggung, adalah jenis pergelaran terakhir dari Kethoprak. Yang dipertunjukkan diatas panggung dengan cerita campur. Bisa berwujud cerita rakyat, sejarah, babad, bisa juga cerita adaptasi dari manca Negara (Sampek Ingte, Baghdad, Turkey, dll)
Pada saat ini pertunjukan kethoprak sudah dapat dinikmati oleh masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur. Semakin professional dengan pertunjukan yang digelar menggunakan tiket masuk. Dan sebagian mampu menjadi tambahan penghasilan bagi sejumlah pemain dan penabuh gamelan. Tehnik pergelaran cerita dibuat semakin menarik dan creative sesuai kehendak penggemar. Sebagai contoh dapat dilihat dari Kethoprak “Siswa Budaya” dari Tulung Agung yang telah mampu menjadi idola masyarakat pecinta Kethoprak.

Rupa warna cerita dalam kethoprak adalah cerita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah, dan adaptasi dari cerita Negara lain. Sebagai Contoh adalah karya Shakespeare; pangeran Hamlet Sampek Eng Tay. Juga cerita-cerita buku: Darma-Darmi, Warsa – Warsi, Kendana-Gendini, Abdul Semararupi, Yang tergolong sebagai Cerita MENAK. Sedang Cerita Panji adalah Panji Asmarabangun, Klana Sewandana. Dan masih banyak cerita lainnya lagi, Ande-ande lumut, Angling Darma, Rara Mendut, Damar Wulan, Rangga Lawe, Jaka Bodho…….
Biasanya ceritanya adalah tentang kisah peperangan dan kepahlawanan, kesemuanya itu mengandung pesan tentang kebaikan dan kejujuran yang pada akhirnya nanti akan terkuak kebenarannya.

Mengenai pakaian yang dikenakan para pemeran kethoprak sesuai cerita yang dimainkan. Biasanya mengenakan pakaian adat kebangsaan kerajaan di Jawa. Dan juga ada pakaian yang menyiratkan simbolis sesuai yang diperankannya. Misalnya apabila sedang memerankan orang yang berperilaku adil dan bijak biasanya mengenakan pakaian “Cemeng” (kalem). Orang yang suci biasanya mengenakan pakaian berwarna putih. Pemberani identik dengan pakaian merah. Sedangkan cerita Baghdad mengenakan “Ageman Mesiran” (Pakaian ala Mesir) seperti Sutra misalnya. Pakaian wayang orang juga sering dikenakan dalam memerankan pertunjukan kethoprak, terutama sering dikenakan oleh masyarakat Jawa bagian utara (Pesisir lor). Sebagai contoh adalah cerita Angling Darma, dan juga Minak Jinggo/Damar Wulan.
Ada juga pakaian yang disebut sebagai “Ageman Basahan”, Yaitu pakaian kejawen namun dicampur dan di ,kombinasikan, sepeti batik, beskab, Surban, dan juga Jubah. Ini biasanya pada cerita Menak atau cerita para wali/para ulama Islam didalam Praja.

Yang jadi ciri utama kethoprak adalah: Cerita dengan para Nayaga/Pemain, diiringi oleh tabuhan gamelan, Pakaian sebagai ‘tetenger’ (pertanda) kethoprak yang sedang dimainkan. Dan juga lantunan tembang/lagu yang sekaligus menjadi pengiring adegan baik dialog maupun monolog atau juga sebagai narasi.

Sumber dari njowo multiply